Miris, Kekerasan Seksual Pada Anak Justru Paling Rentan Dilakukan Orang terdekat

- 6 Juni 2022, 17:00 WIB
Ilustrasi ramai video viral mengenai siapa Ica TikTok asal Cianjur yang diduga sebagai korban kekerasan seksual dalam kasus pemerkosaan yang meninggal dunia.
Ilustrasi ramai video viral mengenai siapa Ica TikTok asal Cianjur yang diduga sebagai korban kekerasan seksual dalam kasus pemerkosaan yang meninggal dunia. /Jurnal Soreang/Nur Kamalia

 

Di tahun 2021 setidaknya tercatat 8.730 anak menjadi korban kekerasan seksual. Data tersebut dirilis Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) beberapa waktu lalu.

Angka diatas mengalami kenaikan dari tahun sebelumnya. Di mana secara prosentase terjadi peningkatan sebanyak 25%.

Padahal seperti kita tahu, kasus ini bagaikan gunung es yang mana yang tidak terlihat bisa jadi lebih banyak. Faktor minim akses dan ketakutan membuka aib keluarga menjadi alasan yang paling banyak dikemukakan.

Kita pasti ingat betul dengan predator anak yang juga seorang guru pesantren bernama Herry Setiawan. Setidaknya ia diduga telah memperkosa 13 anak asuh dan sebagian telah melahirkan anak.

Kejadian lebih gila lagi terjadi di Sulawesi Selatan, yang mana seorang ayah tega memperkosa anak kandung. Jumlahnya pun tak tanggung-tanggung di mana 3 anak perempuannya menjadi korban.

Mayoritas para korban ini adalah anak-anak di bawah umur. Sementara para pelaku adalah para laki-laki dewasa yang miliki kuasa untuk memaksakan kehendak.

Data yang dirilis Indonesia Judicial Research Society (IJRS) menunjukkan bahwa
mayoritas para pelaku memiliki relasi dekat dengan korban. Pun demikian untuk lokasi kejadian juga masih dalam satu wilayah yang dekat dengan korban.

Bahkan dari data yang ada justru para korban ini mendapat kekerasan seksual di rumah mereka sendiri. Jumlahnya pun tak main-main karena mencapai (59,9%).

Dari data yang ada IJRS setidaknya dapat menyimpulkan bahwa negara belum bisa melindungi anak perempuan di lingkungan yang dekat dengan mereka. Seringkali yang terlihat kemudian adalah penindakkan pelaku.

Padahal seharusnya perlindungan secara nyata itu hadir di tengah masyarakat khususnya anak-anak perempuan di bawah umur. Menurut Marsha Maharani, selaku salah satu peneliti IJRS mengatakan bahwa pemerintah bisa melakukan langkah-langkah strategis untuk bisa memberikan jaminan perlindungan.

Salah satu yang bisa dilakukan pemerintah dengan menerapkan asas consent (persetujuan dalam hubungan) melalui payung hukum yang jelas. Dengan cara itu maka tindakan pencegahan akan lebih optimal.

Selain itu menjadi penting akan pendidikan kesehatan seksual yang akurat secara medis maupun persepektif gender. Tujuannya untuk membangun satu relasi yang baik dan sehat.

Dengan demikian tidak ada lagi kekerasan seksual terutama pada anak di bawah umur. Selain itu cara ini dapat digunakan untuk identifikasi bila terjadi hal-hal yang tidak diinginkan.

 

Editor: Joko yugiyanto

Sumber: The Conversation


Tags

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah